Bestienews.com- Dua tangan itu mulai keriput karena terendam lumpur sejak pagi. Tanpa mengenal lelah satu per satu bibit mangrove ditanamnya. Agar tidak mudah dihanyutkan ombak, Alpan (55 tahun) menanam bibit dibalik susunan kayu segi tiga atau disebut Triangle Mangrove Barrier (Trimba).
Trimba sebuah metode Inovasi Alat Pemecah Ombak (APO) sederhana terbuat dari kayu. Kayu ditancapkan pada pinggir pantai dengan tujuan menjaga bibit mangrove yang ditanam tidak hanyut terbawa ombak saat pasang-surut. Metode ini baru diterapkannya sekitar 2017 dan merupakan inovasi dari PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Refinery Unit (RU) II Sei Pakning.
Dengan telaten Alpan beserta teman-temannya yang bermukim di Desa Pangkalan Jambi Kecamatan Bukit Batu, Kota Dumai memelihara mangrove. Tidak terasa sudah 20 tahun berselang warga yang tergabung dalam Kelompok Harapan Bersama itu menanam tiap jengkal lahan bibir pantai yang tandus agar kembali hijau.
“Kali ini ada sebanyak 1.500 bibit mangrove sumbangan KPI Sei Pakning harus di tanam di wilayah RT 05 Desa Pangkalan Jambi Kecamatan Bukit Batu, Kota Dumai yang sudah tandus akibat abrasi,” kata Alpan.
Mereka menargetkan akan menyelesaikan penanaman selama 10 hari mendatang, memanfaatkan waktu libur melaut. Ia tidak pergi mencari ikan dikarenakan sedang musim pasang. Siklus melaut ini memang terjadi tiap bulannya, tak jarang nelayan mencari pekerjaan sampingan menjadi buruh di kebun karet dan sawit untuk menambah ekonomi keluarga.
Berbeda dengan pria yang miliki 4 orang anak ini bersama teman-teman lebih memilih memelihara lingkungan mangrove yang sudah puluhan tahun rusak saat libur. Mereka yang dulunya hanya berjumlah 11 orang, kini sudah menjadi 44, terpanggil untuk menanam mangrove di desanya. Mangrove yang sudah punah kini berdampak pada abrasi. Hasil laut yang semakin berkurang, karena tidak ada lagi tempat tinggal bagi ikan-ikan berkembang biak.
“Semua itu akibat perambahan hutan mangrove yang liar tanpa ada larangan. Kayu di sini dulu besar-besar sebesar drum, lalu orang luar datang menebang pohon untuk dijual ke Malaysia guna dibuat arang. Bahkan ke Singapura untuk dijadikan bahan bangunan cerocok,” kenang Alpan.
Tidak hanya tantangan alam, penolakan dari masyarakat juga mereka terima dengan sabar. Berbagai cemoohan datang saat mengajak warga ikut terlibat, bahkan mereka dikatakan bodoh karena mau melakukan pekerjaan tidak diupah.
“Saya terima cemoohan itu dengan sabar dan tetap berbuat, sebab jika dibiarkan siapa lagi yang akan datang untuk menyelamatkan hutan mangrove. Demi warisan anak cucu,” kata Ketua Kelompok Harapan Bersama mengisahkan masa lalu.
Abrasi dan Mangrove
Ahli mangrove Soerianegara (1987) mendefinisikan, mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah lumpur aluvial pantai, dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, serta terdiri berbagai jenis pohon Aicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.
Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi banyak jenis ikan, udang, dan moluska. Tempat ini juga menyediakan tempat untuk bertelur, pembesaran, dan tempat mencari makan berbagai hewan laut yang kecil. Selain itu, ekosistem mangrove juga menahan lumpur yang berasal dari daratan, terutama ketika banjir.
Belakangan hutan mangrove selalu alami abrasi, tidak terkecuali terjadi pada wilayah Dumai dan sekitarnya. Abrasi adalah proses pengikisan garis pantai yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gelombang laut, pasang surut, dan perubahan iklim.
Romie Jhonnerie, Dosen Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Riau (UNRI) mengatakan, kondisi mangrove di Riau dan Dumai khususnya dalam 5 tahun terakhir ini terbilang alami kerusakan yang sangat parah hingga abrasi.
Data dari penelitian yang pernah dilakukan olehnya untuk periode 2008-2020, terlihat bahwa 5 tahun terakhir, abrasi sangat mendominasi di sepanjang garis pantai Kota Dumai. Laju abrasi rata-rata di Kota Dumai tercatat sebesar 2,04 meter per tahun. Meskipun tidak secara eksplisit penelitian tersebut menyebutkan mangrove alami abrasi.
“Data tersebut mengindikasikan adanya perubahan signifikan pada garis pantai yang kemungkinan besar juga mempengaruhi ekosistem mangrove di wilayah tersebut,” kata Romie.
Ia menjelaskan penyebab abrasi mangrove di Dumai, di antaranya perubahan penutup lahan dari hutan rawa gambut menjadi perkebunan kelapa sawit. Konversi lahan ini mengakibatkan perubahan distribusi air dan menyebabkan daerah tersebut menjadi lebih mudah kering.
Selain itu, adanya perambahan hutan mangrove secara eksodus tanpa menyisakan bibit baru. Penurunan muka air tanah akibat aktivitas pertanian dan perkebunan juga berkontribusi pada ketidakstabilan tanah gambut. Faktor alami seperti dinamika oseanografi, termasuk pasang surut dan gelombang laut, juga berperan dalam proses abrasi pantai. Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan kondisi yang mengancam keberadaan ekosistem pesisir, termasuk hutan mangrove Pangkalan Jambi.
Dampak abrasi di Kota Dumai ini lanjut dia telah mengakibatkan hal yang signifikan terhadap wilayah pesisir. Dalam periode 1990-2020, terjadi pengurangan luas daratan di kota minyak itu sebesar 760,20 hektare.
“Dampak ini tidak hanya berupa hilangnya lahan, tetapi juga perubahan geomorfologi pantai yang dapat mempengaruhi ekosistem pesisir secara keseluruhan,” katanya.
Diperkuat data Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Dumai, Agus Gunawan, S.Sos menyatakan bahwa Kota Dumai termasuk wilayah yang memiliki garis pantai yang panjang dan rentan dengan ancaman bencana abrasi.
Kota Dumai sendiri memiliki garis pantai sepanjang 134 KM, salah satunya berada di kawasan Pantai Mundam. “Saat ini kawasan tersebut mengalami proses abrasi sekitar 7 meter setiap tahunnya serta telah menyebabkan sedimentasi sebesar 40 cm,” kata Agus Gunawan, S.Sos.
Program TJSL
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya energi, Pertamina dalam menjalankan bisnisnya miliki program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Isu abrasi di daerah pesisir yang membuat ekonomi terpuruk telah menjadi perhatian PT KPI RU II Sei Pakning. Maka Perusahaan melakukan kerjasama dengan Kelompok Harapan Bersama Pangkalan Jambi menggali potensi yang ada untuk membangkitkan ekonomi Masyarakat dan menyelamatkan mangrove.
PT KPI Sei Pakning memberikan pelatihan dan pemahaman tata cara merawat dan menanam mangrove, menggunakan metode trimba kepada warga. Membuat pembibitan mangrove agar tidak lagi seperti 20 tahun lalu yang mencari bibit liar.
Tidak sia-sia, ternyata inovasi trimba ini sangat efektif dalam menanam mangrove di daerah pesisir. Terbukti hasilnya sejak kerjasama TJSL PT KPI Sei Pakning dilakukan tahun 2017 hingga kini, daratan yang dulunya tergerus itu terhenti. Sebaliknya endapam demi endapat lumpur bertambah di bibir pantai dan semakin maju ke laut. Kemudian di lahan lumpur itu kembali ditanam mangrove dengan sistem trimba tadi. Demikian terus dilakukan sehingga ada penambahan lahan bibir pantai yang bisa ditanami.
“Kini bisa dilihat sebelum program TJSL dilakukan lokasi yang menjadi Cafe Tiga Putri saat kita makan dan istirahat ini Kawasan ini masih tandus. Tidak ada pohon mangrove seperti sekarang. Bisa dilihat mangrove dengan ketinggian 4 meter mulai tumbuh dan hijau,” terangnya saat rombongan jurnalis diajak visit ke hutan mangrove Pangkalan Jambi, Kecamatan Bukit Batu, Kota Dumai.
Ia menyatakan dulu sebelum ada program TJSL tersebut daratan Pangkalan Jambi sudah tergerus 150 meter, namun sejak program TJSL dari 2017 hingga kini 2024 sudah ada penambahan daratan.
“Tiap tahunnya timbunan material lumpur itu kami ukur bekerjasama dengan universitas dan lembaga yang berkompeten untuk abrasi. Sejauh ini secara kasat mata saja terlihat sudah ada penambahan sekitar 50 meter ke arah laut,” katanya.
Selain Pangkalan Jambi, PT KPI Kilang Dumai juga komit memitigasi terhadap ancaman perubahan iklim yang menyebabkan terus terjadinya abrasi alami di wilayah pesisir pantai lainnya seperti Mundam, sehingga mengancam keamanan masyarakat pesisir.
General Manager PT KPI Kilang Dumai, Iwan Kurniawan, menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan dan masyarakat dengan langkah-langkah konkret lewat program TJSL.
Iwan mengungkapkan bahwa langkah pemeliharaan dan rehabilitasi ekosistem mangrove tersebut selain untuk memberikan manfaat ekologis bagi masyarakat, tetapi juga berkontribusi untuk kesejahteraan nelayan yang bergantung pada ekosistem tersebut. Hal itu juga menjadi upaya mewujudkan implementasi prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dan pilar pembangunan berkelanjutan atau Suistanable Development Goals (SDGs) poin 13 yakni penanganan perubahan iklim (climate action) dan Ekosistem lautan (life below water).
“Kegiatan ini merupakan salah satu program environmental perusahaan. Serta menjadi langkah strategis dalam upaya kita untuk memperbaiki dan melindungi ekosistem pesisir Pantai Dumai, diantaranya Pangkalan Jambi, Mundam dari ancaman abrasi pantai yang semakin mengkhawatirkan,” jelasnya.
Ekonomi Menggeliat
Tidak dipungkiri sejak adanya bantuan TJSL PT KPI Sei Pakning di Pangkalan Jambi, Dumai kini wilayah itu berangsur berubah, hutan kembali hijau, ekonomi mengeliat setelah menjadi target wisata mangrove. Peresmian Mangrove Education Center Desa Pangkalan Jambi ini pun dilakukan oleh Gubernur Riau, Syamsuar oleh pada 20 September 2020.
Orang mulai berdatangan melihat alam mangrove serta flora fauna di dalamnya. Data kelompok Harapan Bersama mencatat tingkat kunjungan pun mulai naik 100 orang perhari biasa. Saat hari libur, Sabtu dan Minggu jumlahnya melebihi. Kelompok mengelola retribusi yang didapat dari tiap kunjungan dihargai dengan karcis Rp2.000 per orang, untuk merawat hutan mangrove.
Kini warga mulai menikmati dampak kunjungan tersebut, aktifitas ekonomi setempat menggeliat, pedagang makanan dan minuman bermunculan. Seperti yang dialami Nani (45) th, yang harus menyiapkan pesanan makanan untuk menjamu rombongan wartawan dan jajaran pejabat PT KPI RU II Dumai.
Cafe Tiga Putri usaha baru miliknya yang dibangun di atas laut itu kini menjadi lokasi berkumpulnya para tanu sekaligus makan siang setelah lelah menjajal hutan mangrove. Nani bersyukur CafeTiga Putri mulai ramai dikunjungi dan menjadi satu-satunya tempat persinggahan bagi para wisatawan usai lelah menjajal alam wisata mangrove di Desa Pangkalan Jambi Kecamatan Bukit Batu Bengkalis, Dumai.
“Kami ingin mengubah ekonomi keluarga , dan beralih pekerjaan dari buruh karet dan nelayan menjadi pedagang makanan dengan membuka cafe ini, karena menjadi buruh memotong karet selama ini sudah tidak cukup lagi untuk membiayai kuliah 2 orang anak kami dan menyekolahkan yang bungsu di SMP,” kata Nani.
Munculnya ide ingin memanfaatkan peluang membuka cafe di lokasi wisata mangrove itu disepakatinya dengan sang suami, setelah lokasi tersebut diresmikan oleh Gubernur Riau Syamsuar.
“Kami perhatikan selama ini pengunjung usai keliling hutan langsung pulang, karena tidak ada tempat singgah untuk makan , minum. Maka kami dirikan cafe diatas laut sehingga siapa saja yang berwisata bisa istirahat sambil menikmati alam dan makanan,” katanya.
Bukan cuma Nani, Mardiana (40) th selaku Ketua Kelompok Olahan Mangrove Jaya Bersama beserta 10 anggotanya juga ikut terdampak oleh kunjungan wisata mangrove. Aneka makanan dan oleh-oleh hasil karya kaum perempuan desa siap tersaji bagi para tamu. Ada dodol pedada, keripik nanas, amplang lomek dan kue basah lainnya hasil buatan tangan bersama kelompok.
Uniknya kelompok ini menjual makanan olahan yang bahan bakunya berasal dari hasil hutan mangrove dan laut di sekitar mereka. Buah hutan mangrove sangat banyak manfaatnya, salah satunya buah pedada. Kaum ibu ini bisa mengolahnya menjadi dodol pedada. Dodol pedada, yakni makanan khas dari buah pohon kedabu yang banyak tumbuh di hutan mangrove Pangkalan Jambi. Kaum perempuan bisa memanen buah pedada di hutan dan memanfaatkannya menjadi olahan sirup saat musim panen sekitar Oktober.
“Semua bahan baku yang digunakan merupakan hasil laut dan hutan mangrove, seperti amplang lomek, ini hasil laut para nelayan yang kami beli. Begitu juga dodol pedada, rasanya yang asam dan berwarna merah banyak mengandung vitamin c dan Kalsium penambah darah di olah menjadi dodol dan sirup,” kata Mardiana.
Untuk modal awal sebelum kelompok ini menerima TJSL dari PT KPI Sei Pakning, ia mengaku masih seadanya dari iuran anggota guna membuat makanan sesuai pesanan. Namun setelah menerima bantuan, mereka dilatih cara pembuatan kemasan serta ijin dari BPOM dan Dinas Kesehatan. Semua yang dibutuhkan difasilitasi dan dibantu sehingga hasil olahan kelompok ini berupa keripik nanas, peyek daun kelor, stik kangkong, ampal loke, dodol pedada dan sirup pedada layak edar.
Tidak sampai disana hasil produksi kaum ibu ini juga sering dijadikan paket oleh-oleh untuk para tamu dari perusahaan Pertamina, termasuk rombongan awak media yang melakukan visit baru-baru ini.
“Kami sangat terbantu mulai dari peralatan untuk mengolah bahan baku, pakazing, hingga pemasalah di bukankan dan di arahkan oleh Pertamina,” kata mereka.
Sehingga kini Kelompok ini mampu menghasilkan pendapatan Rp5 juta per bulan, kadang lebih jika ramai pengunjung saat libur hari keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Haji, dan juga ramai pemesananan saat kunjungan tamu pemerintahan dan Perusahaan.
“Jadi manfaatnya sangat besar, kalau dulu di rumah saja ,kini bisa berkumpul mencari ide apa membuat makanan dari buah tanaman hutan mangrove,” tuturnya sambil sumringah.
Sementara kaum bapak yang punya waktu tidak melaut, kini juga bisa berpenghasilan sampingan dengan beternak nila payau. Alpan melalui kelompok menerima bantuan PT KPI untuk pembuatan kolam, pagar, pakan, bibit, saung, pelatih.
“Kami sudah bisa membudidaya nila tawar menjadi nila payau, rasanya lebih enak, waktu pemeliharaan 6 bulan ini 4 bulan sudah panen. Menghemat pakan air pasang membawa pakan , lalu tidak perlu alat penguras kolam cukup menanti air pasang untuk pergantian air kolam,” terang Alpan.
Kelompok mereka sudah merasakan 3 kali panen ikan, sekali panen itu bisa 0,5 ton dengan harga Rp45.000 per kilogramnya. Total pendapatan sekitar Rp22.500.000 setelah dikeluarkan modal. Hasil keuntungan inilah yang dibagikan kepada anggota kelompok per orangnya menerima Rp1.200.000-1.300.000.
Paru-paru Hijau
Seiring waktu secara umum hutan mangrove di Pangkalan Jambi kini mulai membaik, dan sudah memberikan dampak ekonomi dan keselamatan lingkungan, sehingga fungsinya sebagai paru-paru hijau yang menyerap karbon di Dumai berjalan.
Ahmad Muhammad Dosen di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau Peneliti di PUI Gambut dan Kebencanaan LPPM Universitas Riau mengatakan secara umum, mangrove adalah penyerap karbon yang bagus, tetapi hal ini tergantung kondisi mangrovenya.
Tergantung seberapa lebar sabuk hijau (mangrove fringe) yang membentengi garis pantai dari laut. Sebenarnya, sekurang-kurangnya harus 500 m lebarnya dan merupakan vegetasi dengan zonasi yang sesuai, misalnya di zona terdepan vegetasinya tersusun oleh pohon-pohon perepat dan api-api, di belakangnya ada pohon-pohon bakau dan seterusnya. Meskipun demikian, mangrove sendiri sebenarnya rentan mengalami kerusakan akibat erosi/abrasi, apalagi kalau sudah tidak seberapa lebar lagi
“Setidaknya ada tiga faktor penting yang berpengaruh dekarbonisasi. Pertama, seberapa luas areal mangrovenya. Kedua, seberapa pada rapat pohon-pohon pembentuk mangrovenya. Ketiga, seberapa lancar proses regenerasi pohon-pohon ini. Semakin luas areal mangrovenya, semakin rapat pohon-pohon pembentuknya, dan semakin lancar proses regenerasi pohon pembentuk mangrovenya dapat berlangsung, maka serapan karbonnya semakin bagus,” kata Ahmad.
Penyerapan karbon tertinggi lanjutnya, melalui fotosintesis berlangsung ketika mangrove masih dalam masa pertumbuhan, dan menurun sejalan dengan pertambahan umur pohon. Tetapi, simpanan karbon dalam pohon-pohon tua jauh lebih besar dibandingkan simpanan pohon dalam pohon-pohon muda. Meskipun demikian, simpanan karbon yang jauh lebih besar lagi biasanya terdapat di bawah permukaan substrat (“belowground”), karena merupakan akumulasi serpihan guguran daun, ranting, dan sebagainya, yang tidak mengalami dekomposisi sehingga terawetkan dalam substrat.
“Mangrove bisa memberikan kontribusi signifikan dalam proses pencapaian target reduksi emisi karbon apabila, arealnya tidak berkurang melainkan bertambah, kondisinya vegetasinya tidak semakin rusak, melainkan semakin bagus. Proses regenerasi pohon-pohonnya lancar,” kata Ahmad.
Maka upaya restorasi atau rehabilitasi mangrove menjadi sangat penting, karena proses regenerasi alamiah sering tidak lancar atau bahkan sering tidak bisa berlangsung sama sekali.
“Sehingga apa yang kini dilakukan masyarakat Pangkalan Jambi bersama perusahaan sebuah upaya yang patut dijadikan contoh bagi wilayah mangrove lainnya yang juga sudah rusak,” katanya.
Berbicara mangrove tentu tidak terlepas dari dekarbonisasi, Dekarbonisasi adalah proses mengurangi atau menghilangkan secara signifikan emisi karbon dioksida (CO2) dan emisi gas rumah kaca (GRK) lainnya dari atmosfer.
Agar suhu global tidak memanas lebih dari 1,5 ° C (2,7 ° F) di atas tingkat praindustri, banyak negara telah menetapkan tujuan untuk mencapai emisi GRK nol bersih pada tahun 2050. Nol bersih adalah titik ketika gas rumah kaca yang masuk ke atmosfer diimbangi dengan jumlah yang setara dengan yang dikeluarkan dari atmosfer. Upaya dekarbonisasi yang cepat diperlukan untuk mencapai emisi nol bersih.
Saat berbicara di KTT Pemimpin Dunia, tentang Perubahan Iklim (COP28) di Dubai, akhir tahun lalu, Presiden Jokowi menegaskan komitmen Indonesia dalam membangun negara makmur dan berkelanjutan dengan perekonomian inklusif menargetkan mencapai nol emisi karbon sebelum 2060.
Untuk itu sebagai bahagian Subholding dalam bisnis PT Kilang Pertamina Internasional, PT KPI RU II Dumai telah berkomitmen, turut berkontribusi mewujudkan upaya dekarbonisasi yang dicanangkan oleh pemerintah dalam mendukung Bauran Energi 2030 dan Net Zero Emission (NZE) guna menekan dampak negatif perubahan iklim.
“Komitmen ini sudah kami lakukan dalam pelaksanaan operasi bisnis yang telah dituangkan dalam tata kelola perusahaan dengan mematuhi aspek-aspek Environment, Social, & Governance (ESG) demi mendukung transisi energi nasional dengan memproduksi BBM dan Non BBM yang ramah lingkungan,” jelas Area Manager Communication, Relations & CSR PT KPI Kilang Dumai, Agustiawan.
Komitmen dalam mewujudkan upaya dekarbonisasi oleh PT KPI RU II Dumai tak hanya dilakukan pada kegiatan operasi bisnis, melainkan juga telah diupayakan dalam beberapa program-program TJSL perusahaan.
“Kami berupaya melakukan gerakan mewujudkan dekarbonisasi tidak hanya di lingkungan perusahaan, tetapi juga bersama kelompok masyarakat sekitar perusahaan melalui program TJSL dan bersama keluarga dari para pekerja kami,” ujar Agustiawan
Sebaliknya pada kegiatan operasi bisnis PT KPI RU II Dumai telah mengembangkan kilang yang ramah lingkungan atau Green Refinery dalam rangka mewujudkan upaya dekarbonisasi.
“Dengan kapasitas produk 120 barel perhari, kami telah menghasilkan produk-produk ramah lingkungan yang diminati dalam pasar migas, seperti Marine Fuel Oil Low Sulphur (MFO LS), Smooth Fluid 05 (SF-05), Low Sulphur Fuel Oil (LSFO), Avtur Low Sulphur, dan Pertadex 50 ppm yang telah memenuhi standar euro 4,” jelas agustiawan.
Sementara itu, diluar kegiatan operasi bisnis, PT KPI RU II Dumai juga berupaya lewat pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
“RU II telah memiliki PLTS dengan kapasitas 3,77 Megawatt peak (MWP), PLTS yang dibangun berada di Jalan Raya Bukit Datuk, Komplek Perumahan Pertamina Bukit Datuk, kapasitas 2 MWp. Kemudian juga ada di Jalan Cirebon Bukit Datuk dengan kapasitas 0,77 MWp dan PLTS PSA Fire camp Pertamina RU II Dumai dengan kapasitas 1 MWp yang berkontribus membantu mereduksi emisi karbondioksida sebesar 1.4436 ton CO2/tahun. PLTS yang dimiliki oleh PT KPI RU II Dumai menjadi yang terbesar di lingkungan PT KPI,” katanya.
Pemanfaatan PLTS sebagai upaya energi baru terbarukan (EBT), PT KPI RU II Dumai juga membangun PLTS off-grid dengan kapasitas 2,2 kWp & 5 kWh battery storage untuk operasional kelompok posyandu Sehati dalam pengentasan stunting di Kecamatan Dumai Timur.
Upaya lainnya dalam mendukung dekarbonisasi PT KPI RU II Dumai juga membuat program sedekah minyak jelantah pada kelompok Sehati dan Persatuan Wanita Patra (PWP).
Agustiawan mengungkapkan upaya lainnya juga dilakukan dengan membangun budaya kerja sustainability dengan penggunaan tumbir sebagai upaya mengurangi produksi sampah.
“Untuk pengelolaan sampah, RU II Dumai juga memiliki program Priority Bin sebagai upaya pengelolaan limbah Non B3 yang turut membantu mengurangi jejak karbon 32.364,52 gr karbon dioksida (CO2) yang ditempatkan area perusahaan, Komperta Bukit Datuk, dan beberapa lokasi TJSL perusahaan. Kemudian kami juga melakukan penanaman mangrove di beberapa di kota Dumai maupun Sungai Pakning, serta pengelolaan lingkungan dan Kehati di Patra Seroja Eco-Edupark,” tutup Agustiawan.
Kolaborasi antara perusahaan dan masyarakat yang apik ini bagaikan simbiosis mutualisme, untuk mewujudkan paru-paru hijau di bumi minyak Dumai, Riau. Sekaligus sebagai upaya menjaga keberlangsungan alam yang akan diwariskan untuk anak cucu. Senja pun mulai merayap Alpan dan nelayan lainnya bergegas untuk pulang. Mereka akan istirahat dan akan kembali lagi saat fazar terbit di Timur esok hari, guna menyaksikan lembar tunas baru pohon mangrove. **