Intensitas perang antara kelompok Hamas Palestina dengan Israel makin meningkat. Korban jiwa dan luka-luka pun terus bertambah, termasuk dari warga sipil. Perang tersebut telah mengesampingkan aspek kemanusiaan universal. Korban jiwa yang berjatuhan seperti pemandangan sederhana yang tidak perlu digubris lebih lanjut dari kedua wilayah yang berperang tersebut.
Penduduk Gaza yang ketakutan bahkan bisa menggambarkan dengan detail peristiwa pengeboman yang menyerang bangunan tempat tinggal, rumah sakit, dan sekolah di seluruh wilayah mereka. Kenyataan tersebut menimbulkan kekhawatiran atas kehancuran infrastruktur sipil ketika Israel berjanji untuk melakukan pengepungan penuh.
Dilansir Al Jazeera, lebih dari 1.000 orang di pihak Israel dan setidaknya 921 orang Palestina tewas dengan lebih dari 4.600 lainnya terluka sejak serangan Hamas pada Sabtu (7/10/2023) yang disusul oleh serangan pembalasan Israel. Adapun jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah.
Nidal Hamdouna, seorang pekerja kemanusiaan di organisasi Norwegia-Denmark Church Aid, mengatakan ini adalah eskalasi paling serius yang dihadapinya. Adapun Nidal yang lahir di Gaza telah menjadi saksi banyaknya konflik kemanusiaan yang merenggut nyawa di daerah itu.
"Situasi yang kami hadapi melibatkan serangan udara intensif dan penembakan yang menargetkan berbagai lokasi di Jalur Gaza, termasuk lingkungan saya," katanya, ketika berbicara dari tepi utara Kota Gaza.
"Masalahnya adalah saat ini tidak ada tempat yang aman untuk dikunjungi di Gaza,"
"Saya menyaksikan perang tahun 2008, 2014, dan 2021, tapi ini adalah sesuatu yang unik dalam hal intensitasnya... seluruh keluarga telah terbunuh. Kekhawatirannya adalah sejauh mana warga sipil dilindungi, dan juga bagaimana menemukan tempat yang aman, meskipun tidak ada tempat yang aman untuk dikunjungi," kata Nidal dilansir The Guardian, Rabu (11/10/2023).
